Senin, 30 September 2013

10 soal tentang bentuk - bentuk lingual dan satuan gramatik

1. apakah ada morfem bebas yang tidak bisa digabungkan dengan morfem terikat. jika ada jelaskan berikan contohnya?
2. apa yang dimaksud dengan perbandingan aktif transitif?
3. berapa maksimal jumlah morfem dalam satu kata bahasa indonesia?
4. bagaimana ciri atau bentuk agar kita dapat membedakan bentuk bebas dengan bentuk tunggal?
5. jelaskan pembentukan unsur ultimat dari bentuk " Kebersamaan" ?
6. jelaskan masing-masing fungsi dan bentuk-bentuk lingual?
7. berikan 5 contoh unsur-unsur ultimat dan unsur langsung beserta tentukan kata dasar dan kata asalnya?
8. apa yang membedakan morfem bebas dengan bentuk bebas?
9. apakah ada persamaandan perbedaan antara bentuk tunggal dengan bentuk dasar? jika ada tolong jelaskan?
10. mengapa dalam menentukan unsur ultimat dengan unsur langsung dalam pembentukan sebuah kata itu berbeda? jelaskan !

Senin, 23 September 2013

10 soal tentang konsep morfologi


1  Mengapa dalam penyelidikan makna morfologi hanya berdekatan dengan leksikologi saja? Apakah dalam penyelidikan makna itu morfologi juga bias berdekatan dengan etimologi?

2  Dalam morfologi kita mengenal istilah ‘morfem’ yaitu unsure yang paling kecil dalam morfologi. Untuk menentukan sebuah satuan bentuk apakah termasuk morfem atau tidak, bagaimanakah cara kita membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk lain?

3 Apakah dalam morfologi membahas tentang perubahan kata-kata yang terjadi di masyarakat? Misalnya perubahan kata ‘saja’  menjadi ‘aja’.Tolong jelaskan?

4 Mengapa didalam konsep morfologi terdapat perbandingan antara morfologi dengan leksikologi, dengan etimologi dan dengan sintaksis. Apa alasannya?

5  Morfem beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi melainkan kekosongan. apa yang di maksud dengan ‘Prosodi’a? dan berikan contoh dari morfem   Alomorf  Zero ?

6  Karena Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.  Menurut kalian apakah semua calon pendidik mempelajari Morfologi ? misalnya saja untuk program study Biologi !

7 Jelaskan bagaimana cara mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal dan berikan contohnya?

8    Apakah setiap kata yang dikaji dalam morfologi memiliki makna?

9     Mengapa relasi gramatikal dapat di ekspresikan secara infleksional ?

10   Jelaskan apakah apa saja proses morfologi ?

Sabtu, 14 September 2013

pengertian konstruksi morfologis, derivasi dan infleksi, serta endosentris dan eksosentris



A.  Konstruksi Morfologis 
Konstruksi morfologis ialah konstruksi formatif-formatif dalam kata (Kridalaksana, 1983:92), maksudnya bentukan atau satuan kata yang mungkin merupakan morfem tunggal atau gabungan morfem yang satu dengan yang lain. Bentuk atau satuan yang berupa morfem tunggal disebut konstruksi sederhana, sedangkan bentuk atau satuan yang terdiri atas beberapa morfem disebut konstruksi rumit (Samsuri, 1982:195).
Selanjutnya, Samsuri (1982:195) mengklasifikasikan konstruksi sederhana menjadi dua macam yaitu akar (istilah Ramlan bentuk atau satuan tunggal bebas yang sekaligus merupakan kata); satuan berwujud kecil yang secara morfologis berdiri sendiri, namun secara fonologis bisa mendahului atau mengikuti morfem-morfem lain dengan eratnya yang lazim disebut klitik. Akan sering pula disebut kata morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita bedakan menjadi proklitik dan enklitik.
Konstruksi rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem atau lebih. Konstruksi rumit bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks, seperti ber- + juang pada berjuang; antara akar (ada pula yang menyebutnya dasar atau morfem bebas) + afiks, seperti makan + -an pada makanan; antara pokok kata + akar, seperti semangat + juang pada semangat juang; pokok kata + pokok kata, seperti gelak + tawa pada gelak tawa; dan antara akar + akar, seperti meja + makan pada meja makan.
1.    Derivasi dan Infleksi
Derivasi adalah suatu proses perubahan kelas kata denganpemindahan kelas kata. Perubahan kata kerja mendengar menjadi mendengarkan atau melihat menjadi perlihatkan adalah derivasi tanpa mengubah kelas kata.
            Kata-kata itu masih berada dalam kelas kata kerja, tetapi identitsa leksikalnya atau maknanya sudah berubah. Disamping itu ada juga derivasi yang mengubah kelas pendengar menjadi pendengaran, melihat menjadi penglihatan dan sebagainya.
Derivasi dapat dilihat dari berbagai jenis yaitu antara lain sebagai berikut.
a)        Derivasi Internal
Derivasi internal adalah proses mengubah verba tanpa mengubah kelas katanya, namun identitas leksikalnya berubah. Bentuk yang baru ini dapat mengalami infleksi seperti bentuk asalnya, misalnya:
membuat " membuatkan
melihat " memperlihatkan
melompat " melompatlan, melompati
menyerah " menyerahkan, menyerah

b)        Derivasi Adverbal
Derivasi adverbal adalah proses perubahan kelas kata kerja menjadi kelas-kelas kata lain yaitu kata benda, kata sifat, atau kata tugas sebagai berikut:
1.        Nomina Deverbal
Pemindahan kelas kata kerja ke kata benda dapat dilakukan dengan mempergunakan morfem-morfem terikat. Proses ini sangat produktif dalam bahasa Indonesia.
Contohnya:
Menyanyi  " penyanyi, nyanyian
Mendengar " pendengar, pendengaran, kedengaran
Berjalan " pejalan, perjalanan, jalanan
menjual " penjual, jualan, penjualan
membaca  " pembaca, pembacaan, bacaan

2.        Adjektif deverbal
Dalam beberapa kasus dan beberapa kata kerja yang sebenarnya merupakan derivasi dari kata sifat yang dapat ditransposisiskan lagi ke dalam kata sifat. Dalam status kata sifat tersebut dapat diperluas dengan unsur-unsur yang biasa dikenakan pada kata sifat.
Contohnya:
Ia menyenangkan kami dengan sebuah atraksi.
Setiap proses morfologis, sebuah afiks akan termasuk infleksi kalau di dalam suatu paradigma dapat diramalkan untuk menggantikan afiks infleksi lainnya. Dengan demikian, juga terdapat keteraturan makna gramatikal di dalam paradigma infleksi. Ciri ciri yang demikian tidak terdapat pada paradigma yang derivasi. Contohnya, paradigma dari dasar “AMBIL”

A
B
C




I
AMBILI
AMBIL
AMBILKAN

1
2
3
4
5
6
mengambili
diambili
kuambili
kauambil
diambili
terambili (?)
Mengambil
diambil
kuambil
kauambil
diaambil
terambil
mengambilkan
diambilkan
kuambilkan
kauambilkan
diaambilkan
-

II
Pengambil
pengambilan
ambilan
7
8
9
Paradigma (morfologis) I termasuk paradigma verba yang dibentuk dari dasar ambil, sedangkan paradigma II adalah paradigma deverbal.
Paradigma verba terbagi atas tiga kolom, yaitu: kolom AMBIL, kolom AMBILI, dan kolom AMBILKAN. Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksi dan masing masing mempunyai bentuk kata baris 1-6 (kecuali kolom AMBILKAN 6 dan kolom –AMBILI (6 yang dipertanyakan). Untuk memudahkan pembicaraan paradigma verba kolom AMBIL disebut B, kolom AMBILI disebut A, dan kolom AMBILKAN disebut C.
Pada masing-masing kolom (A,B, dan C) dapat dikatakan bahwa bentuk dengan me(N)- (sebagai bentuk pertama, baris pertama) dapat digantikan dengan di, ku, kau, dia. Oleh karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional. Kolom  (B) dari leksem AMBIL, kolom (A) dari leksem AMBILI, kolom (C) dari leksem AMBILKAN. Pembentukan kata dari masing-masing bentuk pada setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatis tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila kalimat berfokus agentif yang ditandai oleh prefiks me(N)-, sedangkan baris 2-6 berfokus pasientif. Perbedaan antara baris 2-6 menyatakan ‘keaksidentalan’ (ketidaksengajaan); baris 2-5 menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 6 berbeda dengan baris 3 5 karena menyatakan agen (pelaku) tampak dalam bentuk’, sedangkan baris 2 menyatakan agen (pelaku) ‘tidak tampak dalam bentuk’; baris 3 agen adalah pronomina orang pertama (O1), baris 4 adalah pronima orang kedua (O2), dan baris 5 adalah pronomina orang ketiga (O3).
Selanjutnya perlu dibedakan antara leksem AMBIL, AMBILI, dan AMBILKAN. Leksem AMBILI bermakna ‘pluralitas perbuatan’, AMBILKAN (dalam oposisinya dengan AMBIL) mengandung ciri ‘kebenefaktifan’. Leksem –AMBIL termasuk leksem tunggal, sedangkan leksem –AMBILI dan – AMBILKAN termasuk leksem kompleks. Dengan demikian, kata mengambil, mengambili, dan mengambilkan secara leksikal adalah tiga kata yang berbeda identitas leksikalnya (pembentukan kata secara derivasi) walaupun termasuk dalam verba karena memiliki ciri semantik yang berbeda.
Kata pengambil, pengambilan, dan ambilan pada paradigma (II) dapat dikategorikan sebagai nomina deverbal yang mengalami pembentukan kata secara derivasional. Maksudnya, berdasarkan pertimbangan semantik leksikal, ketiga kata itu diderivasikan dari verba mengambil (pengambil’orang yang mengambil’, pengambilan ‘hal mengambil’, ambilan ‘hasil mengambil’). Berdasarkan perbedaan referennya, ketiga kata itu berbeda secara leksikal sekalipun sama-sama termasuk nomina, karena memiliki ciri semantik yang berbeda.
Bila ditinjau dari kelas katanya verba ambil termasuk verba transitif yang mengandung makna perbuatan dan proses (verba aksi-proses), misalnya Adik mengam-bil buah apel. Adik berfungsi sebagai Subjek (S) dan berperan sebagai Agen (Ag), sedangkan buah apel berfungsi sebagai Objek (O) dan berperan Pasientif (Ps).
Prosede dengan me(N)- termasuk produktif karena sebagian pembentukan kata dengan dasar verba transitif (DV tr) yang lain (satu kelas) dapat dibentuk dengan me(N)-D yang transitif.Untuk itu, V tr ambil dapat dibentuk lebih lanjut dengan sufiks –i menjadi mengambili dan sufiks –kan menjadi mengambilkan.
Apabila ditinjau adanya proporsionalitas antar ketiga verba tersebut, terdapat proporsionalitas yang kontinyu, yaitu antara verba bentuk me(N)-D dengan bentuk me(N)-D-i dan verba bentuk me(N)-D-kan. Oleh karena itu, terdapat oposisi secara langsung antara Verba bentuk me(N)-D X me(N)-D-i dan antara Verba bentuk me(N)-D X me(N)-Dkan, yaitu antara mengambil X mengambili dan mengambil X mengambilkan. Akan tetapi, pembentukannya tidak serta merta dibentuk dengan konfiks me(N)-i dan me(N)-kan, tetapi melalui tahapan prefiks me(N)- dahulu baru kemudian dilekati sufiks –i atau - kan (karena terjadi secara bertahap maka tidak disebut sebagai konfiks).
Untuk lebih jelasnya dapat dicontohkan kalimat Ita mengambili uang receh dan Ita mengambilkan uang receh (untuk) adiknya atau Ita mengambilkan adiknya uang receh. Kata mengambili termasuk verba aksi-proses yang mengandung makna ‘frekuentatif (berkali-kali)’ yang ditandai oleh sufiks –i. Oleh karena itu, Ita berfungsi sebagai S dan berperan sebagai Ag dan uang receh berfungsi sebagai O dan berperan Ps. Kalimat tersebut juga bisa dipasifkan dengan Uang receh diambili Ita. Verba bentuk mengambilkan termasuk verba aksi–proses yang mengandung makna benefaktif, sehingga kata adiknya pada Ita mengambilkan adiknya uang receh berfungsi sebagai O dan berperan sebagai penerima (benefaktif).
Verba bentuk me(N)-D-I tidak bisa dioposisikan secara langsung dengan verba bentuk me(N)-D-kan. Oposisinya hanya bisa dijelaskan melalui verba ventuk me(N)-D. Sehingga dapat ditemukan oposisi me(N)-D-i X me(N)-D X me(N)-D-kan, yaitu mengambili X mengambil X mengambilkan.
Untuk mendeskripsikan verba kelas II (intransitif) dapat dijelaskan dengan pembentukan kata dari leksem DUDUK berikut ini.

A
B
C



I
DUDUKI
DUDUK
DUDUKKAN

1
2
3
4
5
6
Menduduki
diduduki
kududuki
kaududuki
diaduduki
terduduki?
-
-
-
-
-
Terduduk
mendudukkan
didudukkan
kududukkan
kaududukkan
diadudukkan
terdudukkan?
II
Pendudukan
Penduduk


7
8

Paradigma pembentukan kata pada I termasuk verba yang dibentuk dari leksem –DUDUK, sedangkan paradigma II merupakan pembentukan kata secara derivasional dari dasar verba yang menghasilkan bentuk nomina deverba. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom, yaitu: kolom DUDUK, kolom DUDUKI, dan kolom DUDUKAN. Kolom B tidak ada pembentukan kata dengan leksem DUDUK karena termasuk verba intransitif. Sedangkan kolom A dan kolom C merupakan paradigma infleksional dan masing masing mempunyai bentuk kata baris 1-6 (kecuali kolom DUDUKKAN 6 dan kolom –DUDUKI ( 6 yang masih dipertanyakan). Untuk memudahkan pembicaraan paradigma verba kolom DUDUK disebut B, kolom DUDUKI disebut A, dan kolom DUDUKKAN disebut C.
Pada kolom A dan C dapat dikatakan bahwa bentuk dengan me(N) (sebagai bentuk pertama, baris pertama) dapat digantikan dengan di , ku , kau , dia . Oleh karena itu, kedua kolom tersebut merupakan paradigma infleksional. Kolom A dari leksem DUDUKI, dan kolom C dari leksem DUDUKKAN. Pembentukan kata dari masing-masing bentuk pada setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatis tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila kalimat berfokus agentif yang ditandai oleh prefiks me(N)- , sedangkan baris 2-6 berfokus pasientif. Perbedaan antara baris 2-6 menyatakan ‘keaksidentalan’ (hal tidak disengaja); baris 2-5 menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 6 berbeda dengan baris 3-5 karena menyatakan agen (pelaku) ‘tampak dalam bentuk’, sedangkan baris 2 menyatakan agen (pelaku) ‘tidak tampak dalam bentuk’; baris 3 agen adalah pronomina orang pertama (O1), baris 4 adalah pronima orang kedua (O2), dan baris 5 adalah pronomina orang ketiga (O3).
Tahap selanjutnya perlu dibedakan antara leksem DUDUK, DUDUKI, dan DUDUKKAN. Leksem DUDUKI bermakna ‘pluralitas perbuatan’, DUDUKKAN (dalam oposisinya dengan DUDUK) mengandung ciri ‘kebenefaktifan’. Leksem –DUDUK termasuk leksem tunggal, sedangkan leksem –DUDUKI dan –DUDUKKAN termasuk leksem kompleks. Dengan demikian, kata menduduki dan mengdudukkan secara leksikal adalah kata yang berbeda identitas leksikalnya (pembentukan kata secara derivasional) walaupun termasuk dalam kelas verba karena memiliki ciri semantis yang berbeda.
Kata penduduk dan pendudukan pada paradigma (II) dapat dikategorikan sebagai pembentukan secara derivasional yang beridentitas nomina deverbal. Maksudnya, berdasarkan pertimbangan semantik leksikal, kedua kata itu diderivasikan dari verba menduduki (penduduk ‘orang yang meduduki satu wilayah tertentu)’, pendudukan ‘hal menduduki/menjajah wilayah tertentu’. Berdasarkan perbedaan referennya, ketiga kata itu berbeda secara leksikal sekalipun sama-sama termasuk nomina.
Kalau dikaitkan dengan terdapat tidaknya proporsionalitas yang kontinyu (saling keterkaitan antara kata-kata yang termasuk kategori yang berbeda, tetapi dari dasar yang sama) di dalam pembentukan kata itu tidak menunjukkan keterkaitan antara ketiganya. Hal itu dapat diperikan seperti berikut.
Verba duduk termasuk verba intransitif. Secara leksikal akan dikelompokkan ke dalam kata tunggal yang menghendaki adanya komplemen, misalnya duduk di kursi. Oleh sebab itu, verba duduk tidak dapat dibentuk dengan prosede me(N)-D menjadi –menduduk termasuk infleksinya diduduk, kududuk, kaududuk, diaduduk (terduduk untuk bentukan kata jatuh terduduk ‘jatuh dalam posisi duduk’).
Dari dasar intransitif verba duduk (yang secara leksikal dapat diikuti preposisi di-) jika ingin dibentuk menjadi verba transitif harus ditambah dengan sufiks –kan atau sufiks –i, sehingga diperoleh kata menduduki (bermakna ‘lokatif’ misalnya Jepang menduduki Indonesia selama tiga setengah tahun) dan mendudukkan (bermakna kausatif, misalnya Farida mendudukan anaknya di kursi roda). Selain itu, apabila ditinjau dari klasifikasi verba menurut Chafe (1971), verba menduduki dan mendudukkan termasuk verba aksi – proses. Verba menduduki dan mendudukkan dibentuk secara langsung dari verba duduk, tanpa melalui proses dari bentuk me(N)-D. Untuk itu, bisa dinyatakan bahwa tidak ada proporsionalitas antara verba bentuk me-(N)-D dan verba bentuk me(N)- D-I dan me(N)-D-kan. Sebagai konsekuensinya, bentuk me-i dan me-kan dapat dikelompokkan atau diistilahkan konfiks.
Derivasi ialah konstruksi yang berbeda distribusinya dari pada dasarnya, sedangkan infleksi ialah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan bentuk dasarnya (Samsuri, 1982:198; Prawirasumantri, 1986:18). Kita ambil contoh kata menggunting, makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya akan terlihat pada kalimat-kalimat berikut.
a. 1) Anak itu menggunting kain.
 2) Anak itu gunting rambut. *)
b. 1). Makanan itu sudah basi.
    2). Makan itu sudah basi. *)
c 1). Kami mendengar suara itu.
    2). Kami dengar suara itu.
d 1). Saya membaca buku itu.
    2). Saya baca buku itu.
Berdasarkan empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa konstruksi menggunting dan makanan tidak sama distribusinya dengan gunting dan makan. Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak, konstruksi mendengar dan membaca sama dengan konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat 3a atau 3b dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan makanan merupakan contoh derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca contoh infleksi.
Infleksi
Dalam bahasa-bahasa infleksi seperti bahasa Latin, Yunani, Sanksekerta, bahkan bahasa Semit seperti bahasa Arab, terdapat bentuk-bentuk kata kerja yang disebut aktif-pasif. Dalam bahasa Latin, misalnya seperti contoh sebagai berikut:
Kata
Aktif
Pasif
deleo – deleor
deles – deleris
delet – deletur
delemus – delemur
delent – delentur 
Saya membinasahkan
Engkau membinasahkan
Dia membinasahkan
Kami membinasahkan
Mereka membinasahkan
Saya dibinasahkan
Engkau dibinasahkan
Dia dibinasahkan
Kami dibinasahkan
Mereka dibinasahkan

            Dalam bahasa Arab pasangan berikut adalah bentuk aktif dan pasif, contohnya sebagai berikut:
Kata
Aktif
Pasif
qatala - qutila
qatalta – qutilta
qataltu – qutiltu
qatalu – qutilu
qatalna – qutilna
Dia membunuh
Engkau membunuh
Saya membunuh
Mereka membunuh
Kami membunuh
Dia dibunuh
Engkau dibunuh
Saya dibunuh
Mereka dibunuh
Kami dibunuh

            Di lihat dari dua bentuk perubahan kata kerja di atas, baik dalam bahasa Latin maupun dalam bahasa Arab dapat ditegaskan bahwa sebuah bentuk kata kerja disebut sebagai bentuk aktif bila pesona jadi, yang terkandung dalam kata kerja itu menjadi pelaku yang melakukan perbuatan itu. Sebaliknya, sebuah bentuk kata kerja disebut bentuk pasif bila pesona yang terkandung dalam bentuk kata kerja itu menjadi patiens yaitu yang menderita hasil tindakan itu. Jadi, pengertian aktif dan pasif dalam bahasa fleksi harus dilihat dari kesatuan bentuk kata kerja dengan pesonanya.

b)       Aktif dan Pasif dalam bahasa Indonesia
Aktif
Pasif
Engkau menangkap
Saya menangkap burung
Engkau menangkap burung
Dia menangkap burung
Amat menangkap burung
Kami menangkap burung
1.      Burung kutangkap
Burung ditangkapnya
Burung ditangkap Banu
Burung kami tangkap
2.      Burung itu saya tangkap
Burung itu engkau tangkap
Burung itu dia tangkap
Burung itu Banu tangkap
Burung itu kami tangkap
3.      Burung itu ditangkap oleh saya
Burung itu ditangkap oleh engkau
Burung itu ditangkap oleh dia
Burung itu ditangkap oleh Banu
Burung itu ditangkap oleh kami
            Dengan tidak mempersoalkan bentuk mana dari ketiga kemungkinan bentuk pasif diatas merupakan bentuk baku. Bila contoh-contoh diatas dibandingkan dengan bentuk pasif dalam bahasa Arab, maka terdapat perbedaan yang besar.
2.        Endosentris dan Eksosentris
Endosentris ialah konstruksi morfologis yang salah satu atau semua unsurnya mempunyai distribusi yang sama dengan konstruksi tersebut, sedangkan konstruksi eksosentris ialah unsur-unsurnya tidak sama dengan konstruksi tersebut (Samsuri, 181:200; Prawirasumantri, 1986:19). Endosentris dan eksosentris dalam tatanan morfologi terdapat pada kata majemuk sedangkan dalam tatanan sintaksis terdapat pada frase. Agar pengertian endosentris dan eksosentris lebih terpahami perhatikan contoh berikut !
a.     1). Rumah sakit itu baru dibangun.
2). Rumah itu baru dibangun.
b.     1). Mereka mengadakan jual beli.
2). Mereka mengadakan jual. *)
c). Mereka mengadakan beli. *)
Dengan mengadakan perbandingan kalimat 1a dan 1b, kita dapat menyimpulkan bahwa konstruksi rumah sakit mempunyai distribusi yang sama dengan dengan salah satu unsurnya, yaitu rumah. Pada kalimat 2a ada konstruksi jual beli. Kedua unsurnya yakni jual dan beli tidak memilki distribusi yang sama. Hal itu terbukti bahwa kalimat 2b dan 2c bukan merupakan kalimat bahasa Indonesia. Kita tidak akan menemukan dua kalimat seperti itu. Konstruksi rumah sakit merupakan contoh endosentris, sedangkan konstruksi jual beli merupakan contoh eksosentris.