1. apakah ada morfem bebas yang tidak bisa digabungkan dengan morfem terikat. jika ada jelaskan berikan contohnya?
2. apa yang dimaksud dengan perbandingan aktif transitif?
3. berapa maksimal jumlah morfem dalam satu kata bahasa indonesia?
4. bagaimana ciri atau bentuk agar kita dapat membedakan bentuk bebas dengan bentuk tunggal?
5. jelaskan pembentukan unsur ultimat dari bentuk " Kebersamaan" ?
6. jelaskan masing-masing fungsi dan bentuk-bentuk lingual?
7. berikan 5 contoh unsur-unsur ultimat dan unsur langsung beserta tentukan kata dasar dan kata asalnya?
8. apa yang membedakan morfem bebas dengan bentuk bebas?
9. apakah ada persamaandan perbedaan antara bentuk tunggal dengan bentuk dasar? jika ada tolong jelaskan?
10. mengapa dalam menentukan unsur ultimat dengan unsur langsung dalam pembentukan sebuah kata itu berbeda? jelaskan !
kontruksi morfologis
Senin, 30 September 2013
Senin, 23 September 2013
10 soal tentang konsep morfologi
1 Mengapa dalam penyelidikan makna morfologi
hanya berdekatan dengan leksikologi saja? Apakah dalam penyelidikan makna itu
morfologi juga bias berdekatan dengan etimologi?
2 Dalam morfologi kita mengenal istilah ‘morfem’
yaitu unsure yang paling kecil dalam morfologi. Untuk menentukan sebuah satuan
bentuk apakah termasuk morfem atau tidak, bagaimanakah cara kita membandingkan
bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk lain?
3 Apakah dalam morfologi membahas tentang
perubahan kata-kata yang terjadi di masyarakat? Misalnya perubahan kata ‘saja’ menjadi ‘aja’.Tolong jelaskan?
4 Mengapa didalam
konsep morfologi terdapat perbandingan antara morfologi dengan leksikologi,
dengan etimologi dan dengan sintaksis. Apa alasannya?
5 Morfem beralomorf zero adalah morfem yang
salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi
melainkan kekosongan. apa yang di maksud dengan ‘Prosodi’a? dan berikan contoh
dari morfem Alomorf Zero ?
6 Karena Morfologi adalah cabang linguistik
yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan
gramatikal. Menurut kalian apakah semua
calon pendidik mempelajari Morfologi ? misalnya saja untuk program study
Biologi !
7 Jelaskan bagaimana
cara mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal
dan berikan contohnya?
8 Apakah setiap kata yang dikaji dalam morfologi
memiliki makna?
9 Mengapa relasi gramatikal dapat di ekspresikan
secara infleksional ?
10 Jelaskan apakah apa saja proses morfologi ?
Sabtu, 14 September 2013
pengertian konstruksi morfologis, derivasi dan infleksi, serta endosentris dan eksosentris
A. Konstruksi
Morfologis
Konstruksi
morfologis ialah konstruksi formatif-formatif dalam kata (Kridalaksana,
1983:92), maksudnya bentukan atau satuan kata yang mungkin merupakan morfem
tunggal atau gabungan morfem yang satu dengan yang lain. Bentuk atau satuan
yang berupa morfem tunggal disebut konstruksi sederhana, sedangkan
bentuk atau satuan yang terdiri atas beberapa morfem disebut konstruksi
rumit (Samsuri, 1982:195).
Selanjutnya,
Samsuri (1982:195) mengklasifikasikan konstruksi sederhana menjadi dua macam
yaitu akar (istilah Ramlan bentuk atau satuan tunggal bebas yang
sekaligus merupakan kata); satuan berwujud kecil yang secara morfologis berdiri
sendiri, namun secara fonologis bisa mendahului atau mengikuti morfem-morfem
lain dengan eratnya yang lazim disebut klitik. Akan sering pula disebut kata
morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita bedakan menjadi proklitik
dan enklitik.
Konstruksi
rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem atau lebih. Konstruksi
rumit bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks, seperti ber-
+ juang pada berjuang; antara akar (ada pula yang menyebutnya
dasar atau morfem bebas) + afiks, seperti makan + -an pada makanan;
antara pokok kata + akar, seperti semangat + juang pada semangat
juang; pokok kata + pokok kata, seperti gelak + tawa pada gelak
tawa; dan antara akar + akar, seperti meja + makan pada meja
makan.
1.
Derivasi dan Infleksi
Derivasi adalah
suatu proses perubahan kelas kata denganpemindahan kelas kata. Perubahan kata
kerja mendengar menjadi mendengarkan atau melihat menjadi perlihatkan adalah
derivasi tanpa mengubah kelas kata.
Kata-kata itu masih berada dalam
kelas kata kerja, tetapi identitsa leksikalnya atau maknanya sudah berubah.
Disamping itu ada juga derivasi yang
mengubah kelas pendengar menjadi pendengaran, melihat menjadi penglihatan dan
sebagainya.
Derivasi dapat
dilihat dari berbagai jenis yaitu antara lain sebagai berikut.
a)
Derivasi Internal
Derivasi
internal adalah proses mengubah verba tanpa mengubah kelas
katanya, namun identitas leksikalnya berubah. Bentuk yang baru ini dapat
mengalami infleksi seperti bentuk asalnya, misalnya:
membuat " membuatkan
melihat " memperlihatkan
melompat " melompatlan, melompati
menyerah " menyerahkan, menyerah
b)
Derivasi Adverbal
Derivasi
adverbal adalah proses perubahan kelas kata kerja menjadi
kelas-kelas kata lain yaitu kata benda, kata sifat, atau kata tugas sebagai
berikut:
1.
Nomina
Deverbal
Pemindahan kelas kata kerja ke kata benda dapat
dilakukan dengan mempergunakan morfem-morfem terikat. Proses ini sangat
produktif dalam bahasa Indonesia.
Contohnya:
Menyanyi " penyanyi, nyanyian
Mendengar " pendengar, pendengaran, kedengaran
Berjalan " pejalan, perjalanan, jalanan
menjual " penjual, jualan, penjualan
membaca " pembaca, pembacaan, bacaan
2.
Adjektif
deverbal
Dalam
beberapa kasus dan beberapa kata kerja yang sebenarnya merupakan derivasi dari kata sifat yang dapat
ditransposisiskan lagi ke dalam kata sifat. Dalam status kata sifat tersebut
dapat diperluas dengan unsur-unsur yang biasa dikenakan pada kata sifat.
Contohnya:
Ia
menyenangkan kami dengan sebuah atraksi.
Setiap
proses morfologis, sebuah afiks akan termasuk infleksi kalau di dalam suatu paradigma dapat diramalkan untuk
menggantikan afiks infleksi lainnya.
Dengan demikian, juga terdapat keteraturan makna gramatikal di dalam paradigma infleksi. Ciri ciri yang demikian tidak
terdapat pada paradigma yang derivasi. Contohnya, paradigma dari dasar “AMBIL”
A
|
B
|
C
|
||
I
|
AMBILI
|
AMBIL
|
AMBILKAN
|
1
2
3
4
5
6
|
mengambili
diambili
kuambili
kauambil
diambili
terambili (?)
|
Mengambil
diambil
kuambil
kauambil
diaambil
terambil
|
mengambilkan
diambilkan
kuambilkan
kauambilkan
diaambilkan
-
|
||
II
|
Pengambil
pengambilan
ambilan
|
7
8
9
|
Paradigma
(morfologis) I termasuk paradigma verba yang dibentuk dari dasar ambil,
sedangkan paradigma II adalah paradigma deverbal.
Paradigma
verba terbagi atas tiga kolom, yaitu: kolom AMBIL, kolom AMBILI, dan kolom
AMBILKAN. Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksi dan masing masing mempunyai bentuk kata baris 1-6 (kecuali
kolom AMBILKAN 6 dan kolom –AMBILI (6 yang dipertanyakan). Untuk memudahkan
pembicaraan paradigma verba kolom AMBIL disebut B, kolom AMBILI disebut A, dan
kolom AMBILKAN disebut C.
Pada
masing-masing kolom (A,B, dan C) dapat dikatakan bahwa bentuk dengan me(N)-
(sebagai bentuk pertama, baris pertama) dapat digantikan dengan di, ku, kau,
dia. Oleh karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional.
Kolom (B) dari leksem AMBIL, kolom (A)
dari leksem AMBILI, kolom (C) dari leksem AMBILKAN. Pembentukan kata dari
masing-masing bentuk pada setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah
gramatis tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila kalimat berfokus agentif
yang ditandai oleh prefiks me(N)-, sedangkan baris 2-6 berfokus
pasientif. Perbedaan antara baris 2-6 menyatakan ‘keaksidentalan’
(ketidaksengajaan); baris 2-5 menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 6 berbeda dengan
baris 3 5 karena menyatakan agen (pelaku) tampak dalam bentuk’, sedangkan baris
2 menyatakan agen (pelaku) ‘tidak tampak dalam bentuk’; baris 3 agen adalah
pronomina orang pertama (O1), baris 4 adalah pronima orang kedua (O2), dan
baris 5 adalah pronomina orang ketiga (O3).
Selanjutnya
perlu dibedakan antara leksem AMBIL, AMBILI, dan AMBILKAN. Leksem AMBILI
bermakna ‘pluralitas perbuatan’, AMBILKAN (dalam oposisinya dengan AMBIL)
mengandung ciri ‘kebenefaktifan’. Leksem –AMBIL termasuk leksem tunggal,
sedangkan leksem –AMBILI dan – AMBILKAN termasuk leksem kompleks. Dengan
demikian, kata mengambil, mengambili, dan mengambilkan secara
leksikal adalah tiga kata yang berbeda identitas leksikalnya (pembentukan kata
secara derivasi) walaupun termasuk
dalam verba karena memiliki ciri semantik yang berbeda.
Kata pengambil,
pengambilan, dan ambilan pada paradigma (II) dapat dikategorikan
sebagai nomina deverbal yang mengalami pembentukan kata secara derivasional.
Maksudnya, berdasarkan pertimbangan semantik leksikal, ketiga kata itu
diderivasikan dari verba mengambil (pengambil’orang yang
mengambil’, pengambilan ‘hal mengambil’, ambilan ‘hasil
mengambil’). Berdasarkan perbedaan referennya, ketiga kata itu berbeda
secara leksikal sekalipun sama-sama termasuk nomina, karena memiliki ciri
semantik yang berbeda.
Bila
ditinjau dari kelas katanya verba ambil termasuk verba transitif yang
mengandung makna perbuatan dan proses (verba aksi-proses),
misalnya Adik mengam-bil buah apel. Adik berfungsi sebagai
Subjek (S) dan berperan sebagai Agen (Ag), sedangkan buah apel berfungsi sebagai
Objek (O) dan berperan Pasientif (Ps).
Prosede
dengan me(N)- termasuk produktif karena sebagian pembentukan kata dengan dasar
verba transitif (DV tr) yang lain (satu kelas) dapat dibentuk dengan me(N)-D
yang transitif.Untuk itu, V tr ambil dapat dibentuk lebih lanjut dengan
sufiks –i menjadi mengambili dan sufiks –kan menjadi mengambilkan.
Apabila
ditinjau adanya proporsionalitas antar ketiga verba tersebut, terdapat
proporsionalitas yang kontinyu, yaitu antara verba bentuk me(N)-D dengan
bentuk me(N)-D-i dan verba bentuk me(N)-D-kan. Oleh karena itu,
terdapat oposisi secara langsung antara Verba bentuk me(N)-D X me(N)-D-i
dan antara Verba bentuk me(N)-D X me(N)-Dkan, yaitu antara mengambil
X mengambili dan mengambil X mengambilkan. Akan tetapi, pembentukannya
tidak serta merta dibentuk dengan konfiks me(N)-i dan me(N)-kan,
tetapi melalui tahapan prefiks me(N)- dahulu baru kemudian dilekati
sufiks –i atau - kan (karena terjadi secara bertahap maka
tidak disebut sebagai konfiks).
Untuk lebih
jelasnya dapat dicontohkan kalimat Ita mengambili uang receh dan Ita
mengambilkan uang receh (untuk) adiknya atau Ita mengambilkan adiknya
uang receh. Kata mengambili termasuk verba aksi-proses yang
mengandung makna ‘frekuentatif (berkali-kali)’ yang ditandai oleh sufiks –i.
Oleh karena itu, Ita berfungsi sebagai S dan berperan sebagai Ag dan
uang receh berfungsi sebagai O dan berperan Ps. Kalimat tersebut juga
bisa dipasifkan dengan Uang receh diambili Ita. Verba bentuk mengambilkan
termasuk verba aksi–proses yang mengandung makna benefaktif, sehingga kata adiknya
pada Ita mengambilkan adiknya uang receh berfungsi sebagai O
dan berperan sebagai penerima (benefaktif).
Verba bentuk
me(N)-D-I tidak bisa dioposisikan secara langsung dengan verba bentuk me(N)-D-kan.
Oposisinya hanya bisa dijelaskan melalui verba ventuk me(N)-D. Sehingga
dapat ditemukan oposisi me(N)-D-i X me(N)-D X me(N)-D-kan, yaitu
mengambili X mengambil X mengambilkan.
Untuk
mendeskripsikan verba kelas II (intransitif) dapat dijelaskan dengan pembentukan
kata dari leksem DUDUK berikut ini.
A
|
B
|
C
|
||
I
|
DUDUKI
|
DUDUK
|
DUDUKKAN
|
1
2
3
4
5
6
|
Menduduki
diduduki
kududuki
kaududuki
diaduduki
terduduki?
|
-
-
-
-
-
Terduduk
|
mendudukkan
didudukkan
kududukkan
kaududukkan
diadudukkan
terdudukkan?
|
||
II
|
Pendudukan
Penduduk
|
7
8
|
Paradigma
pembentukan kata pada I termasuk verba yang dibentuk dari leksem –DUDUK,
sedangkan paradigma II merupakan pembentukan kata secara derivasional dari
dasar verba yang menghasilkan bentuk nomina deverba. Paradigma verba terbagi
atas tiga kolom, yaitu: kolom DUDUK, kolom DUDUKI, dan kolom DUDUKAN. Kolom B
tidak ada pembentukan kata dengan leksem DUDUK karena termasuk verba
intransitif. Sedangkan kolom A dan kolom C merupakan paradigma infleksional dan
masing masing mempunyai bentuk kata baris 1-6 (kecuali kolom DUDUKKAN 6 dan
kolom –DUDUKI ( 6 yang masih dipertanyakan). Untuk memudahkan pembicaraan
paradigma verba kolom DUDUK disebut B, kolom DUDUKI disebut A, dan kolom
DUDUKKAN disebut C.
Pada kolom A
dan C dapat dikatakan bahwa bentuk dengan me(N) (sebagai bentuk pertama,
baris pertama) dapat digantikan dengan di , ku , kau , dia . Oleh karena
itu, kedua kolom tersebut merupakan paradigma infleksional. Kolom A dari leksem
DUDUKI, dan kolom C dari leksem DUDUKKAN. Pembentukan kata dari masing-masing
bentuk pada setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatis tertentu.
Bentuk baris 1 terdapat apabila kalimat berfokus agentif yang ditandai
oleh prefiks me(N)- , sedangkan baris 2-6 berfokus pasientif.
Perbedaan antara baris 2-6 menyatakan ‘keaksidentalan’ (hal tidak disengaja);
baris 2-5 menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 6 berbeda dengan baris 3-5 karena
menyatakan agen (pelaku) ‘tampak dalam bentuk’, sedangkan baris 2 menyatakan
agen (pelaku) ‘tidak tampak dalam bentuk’; baris 3 agen adalah pronomina orang
pertama (O1), baris 4 adalah pronima orang kedua (O2), dan baris 5 adalah
pronomina orang ketiga (O3).
Tahap
selanjutnya perlu dibedakan antara leksem DUDUK, DUDUKI, dan DUDUKKAN. Leksem
DUDUKI bermakna ‘pluralitas perbuatan’, DUDUKKAN (dalam oposisinya dengan
DUDUK) mengandung ciri ‘kebenefaktifan’. Leksem –DUDUK termasuk leksem tunggal,
sedangkan leksem –DUDUKI dan –DUDUKKAN termasuk leksem kompleks. Dengan
demikian, kata menduduki dan mengdudukkan secara leksikal adalah
kata yang berbeda identitas leksikalnya (pembentukan kata secara derivasional)
walaupun termasuk dalam kelas verba karena memiliki ciri semantis yang berbeda.
Kata penduduk
dan pendudukan pada paradigma (II) dapat dikategorikan sebagai
pembentukan secara derivasional yang beridentitas nomina deverbal. Maksudnya,
berdasarkan pertimbangan semantik leksikal, kedua kata itu diderivasikan dari
verba menduduki (penduduk ‘orang yang meduduki satu wilayah tertentu)’, pendudukan
‘hal menduduki/menjajah wilayah tertentu’. Berdasarkan perbedaan
referennya, ketiga kata itu berbeda secara leksikal sekalipun sama-sama
termasuk nomina.
Kalau
dikaitkan dengan terdapat tidaknya proporsionalitas yang kontinyu (saling
keterkaitan antara kata-kata yang termasuk kategori yang berbeda, tetapi dari
dasar yang sama) di dalam pembentukan kata itu tidak menunjukkan keterkaitan
antara ketiganya. Hal itu dapat diperikan seperti berikut.
Verba duduk
termasuk verba intransitif. Secara leksikal akan dikelompokkan ke dalam
kata tunggal yang menghendaki adanya komplemen, misalnya duduk di kursi.
Oleh sebab itu, verba duduk tidak dapat dibentuk dengan prosede me(N)-D
menjadi –menduduk termasuk infleksinya diduduk, kududuk, kaududuk,
diaduduk (terduduk untuk bentukan kata jatuh terduduk ‘jatuh
dalam posisi duduk’).
Dari dasar
intransitif verba duduk (yang secara leksikal dapat diikuti preposisi di-)
jika ingin dibentuk menjadi verba transitif harus ditambah dengan sufiks –kan
atau sufiks –i, sehingga diperoleh kata menduduki (bermakna
‘lokatif’ misalnya Jepang menduduki Indonesia selama tiga setengah
tahun) dan mendudukkan (bermakna kausatif, misalnya Farida mendudukan
anaknya di kursi roda). Selain itu, apabila ditinjau dari klasifikasi verba
menurut Chafe (1971), verba menduduki dan mendudukkan termasuk
verba aksi – proses. Verba menduduki dan mendudukkan dibentuk
secara langsung dari verba duduk, tanpa melalui proses dari bentuk me(N)-D.
Untuk itu, bisa dinyatakan bahwa tidak ada proporsionalitas antara verba bentuk
me-(N)-D dan verba bentuk me(N)- D-I dan me(N)-D-kan. Sebagai
konsekuensinya, bentuk me-i dan me-kan dapat dikelompokkan atau
diistilahkan konfiks.
Derivasi
ialah konstruksi yang berbeda distribusinya dari pada dasarnya, sedangkan
infleksi ialah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan bentuk
dasarnya (Samsuri, 1982:198; Prawirasumantri, 1986:18). Kita ambil contoh kata menggunting,
makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya akan terlihat pada
kalimat-kalimat berikut.
a. 1) Anak itu menggunting
kain.
2) Anak itu gunting rambut. *)
b. 1). Makanan itu sudah
basi.
2). Makan
itu sudah basi. *)
c 1). Kami mendengar suara
itu.
2). Kami dengar
suara itu.
d 1). Saya membaca buku itu.
2). Saya baca
buku itu.
Berdasarkan
empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa konstruksi menggunting
dan makanan tidak sama distribusinya dengan gunting dan makan.
Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak,
konstruksi mendengar dan membaca sama dengan konstruksi dengar
dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat 3a atau 3b
dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan makanan merupakan
contoh derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca
contoh infleksi.
Infleksi
Dalam
bahasa-bahasa infleksi seperti bahasa
Latin, Yunani, Sanksekerta, bahkan
bahasa Semit seperti bahasa Arab, terdapat bentuk-bentuk kata kerja yang
disebut aktif-pasif. Dalam bahasa Latin, misalnya seperti contoh sebagai
berikut:
Kata
|
Aktif
|
Pasif
|
deleo – deleor
deles – deleris
delet – deletur
delemus – delemur
delent – delentur
|
Saya membinasahkan
Engkau membinasahkan
Dia membinasahkan
Kami membinasahkan
Mereka membinasahkan
|
Saya dibinasahkan
Engkau dibinasahkan
Dia dibinasahkan
Kami dibinasahkan
Mereka dibinasahkan
|
Dalam bahasa Arab pasangan berikut
adalah bentuk aktif dan pasif, contohnya sebagai berikut:
Kata
|
Aktif
|
Pasif
|
qatala - qutila
qatalta – qutilta
qataltu – qutiltu
qatalu – qutilu
qatalna – qutilna
|
Dia membunuh
Engkau membunuh
Saya membunuh
Mereka membunuh
Kami membunuh
|
Dia dibunuh
Engkau dibunuh
Saya dibunuh
Mereka dibunuh
Kami dibunuh
|
Di lihat dari dua bentuk perubahan
kata kerja di atas, baik dalam bahasa Latin maupun dalam bahasa Arab dapat
ditegaskan bahwa sebuah bentuk kata kerja disebut sebagai bentuk aktif bila
pesona jadi, yang terkandung dalam kata kerja itu menjadi pelaku yang melakukan
perbuatan itu. Sebaliknya, sebuah bentuk kata kerja disebut bentuk pasif bila
pesona yang terkandung dalam bentuk kata kerja itu menjadi patiens yaitu yang
menderita hasil tindakan itu. Jadi, pengertian aktif dan pasif dalam bahasa
fleksi harus dilihat dari kesatuan bentuk kata kerja dengan pesonanya.
b)
Aktif dan
Pasif dalam bahasa Indonesia
Aktif
|
Pasif
|
Engkau
menangkap
Saya
menangkap burung
Engkau
menangkap burung
Dia
menangkap burung
Amat
menangkap burung
Kami
menangkap burung
|
1.
Burung
kutangkap
Burung
ditangkapnya
Burung
ditangkap Banu
Burung
kami tangkap
2.
Burung itu
saya tangkap
Burung itu
engkau tangkap
Burung itu
dia tangkap
Burung itu
Banu tangkap
Burung itu
kami tangkap
3.
Burung itu
ditangkap oleh saya
Burung itu
ditangkap oleh engkau
Burung itu
ditangkap oleh dia
Burung itu
ditangkap oleh Banu
Burung itu
ditangkap oleh kami
|
Dengan tidak mempersoalkan bentuk
mana dari ketiga kemungkinan bentuk pasif diatas merupakan bentuk baku. Bila
contoh-contoh diatas dibandingkan dengan bentuk pasif dalam bahasa Arab, maka
terdapat perbedaan yang besar.
2.
Endosentris dan Eksosentris
Endosentris
ialah konstruksi morfologis yang salah satu atau semua unsurnya mempunyai
distribusi yang sama dengan konstruksi tersebut, sedangkan konstruksi
eksosentris ialah unsur-unsurnya tidak sama dengan konstruksi tersebut
(Samsuri, 181:200; Prawirasumantri, 1986:19). Endosentris dan eksosentris dalam
tatanan morfologi terdapat pada kata majemuk sedangkan dalam tatanan
sintaksis terdapat pada frase. Agar pengertian endosentris dan eksosentris
lebih terpahami perhatikan contoh berikut !
a. 1). Rumah
sakit itu baru dibangun.
2). Rumah itu baru dibangun.
b. 1). Mereka
mengadakan jual beli.
2). Mereka
mengadakan jual. *)
c). Mereka
mengadakan beli. *)
Dengan
mengadakan perbandingan kalimat 1a dan 1b, kita dapat menyimpulkan bahwa
konstruksi rumah sakit mempunyai distribusi yang sama dengan dengan
salah satu unsurnya, yaitu rumah. Pada kalimat 2a ada konstruksi jual
beli. Kedua unsurnya yakni jual dan beli tidak memilki
distribusi yang sama. Hal itu terbukti bahwa kalimat 2b dan 2c bukan merupakan
kalimat bahasa Indonesia. Kita tidak akan menemukan dua kalimat seperti itu.
Konstruksi rumah sakit merupakan contoh endosentris, sedangkan
konstruksi jual beli merupakan contoh eksosentris.
Langganan:
Postingan (Atom)